BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian
Hujan
Hujan
adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter
0.5 mm atau lebih. Jika jatuhnya sampai ketanah maka disebut hujan, akan tetapi
apabila jatuhannya tidak dapat mencapai tanah karena menguap lagi maka jatuhan
tersebut disebut Virga. Hujan juga dapat didefinisikan dengan uap yang
mengkondensasi dan jatuh ketanah dalam rangkaian proses hidrologi.
Hujan
merupakan salah satu bentuk presipitasi uap air yang berasal dari awan yang terdapat
di atmosfer. Bentuk presipitasi lainnya adalah salju dan es. Untuk dapat
terjadinya hujan diperlukan titik-titik kondensasi, amoniak, debu dan asam
belerang. Titik-titik kondensasi ini mempunyai sifat dapat mengambil uap air
dari udara. Satuan curah hujan selalu dinyatakan dalam satuan millimeter atau
inchi namun untuk di Indonesia satuan curah hujan yang digunakan adalah dalam
satuan millimeter (mm).
Curah
hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar,
tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu)
milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar
tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.
Intensitas
hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu. Apabila
dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat
5
Universitas
Sumatera Utara
berbahaya
karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif terhadap
tanaman.
Hujan
merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu maupun
tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi
kegiatan pertanian secara umum. Oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah
Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan
curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Bayong (2004) mengungkapkan
bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam
dunia telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan
adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan
indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian
iklim.
2.1.1
Tipe
Hujan
Hujan
dibedakan menjadi empat tipe, pembagiannya berdasarkan factor yang menyebabkan
terjadinya hujan tersebut :
a.
Hujan
Orografi
Hujan
ini terjadi karena adanya penghalang topografi, udara dipaksa naik kemudian
mengembang dan mendingin terus mengembun dan selanjutnya dapat jatuh sebagai
hujan. Bagian lereng yang menghadap angina hujannya akan lebih lebat dari pada
bagian lereng yang ada dibelakangnya. Curah hujannya berbeda menurut
ketinggian, biasanya curah hujan makin besar pada tempat-tempat yang lebih
tinggi sampai suatu ketinggian tertentu.
Universitas
Sumatera Utara
b.
Hujan
Konvektif
Hujan
ini merupakan hujan yang paling umum yang terjadi didaerah tropis. Panas yang
menyebabkan udara naik keatas kemudian mengembang dan secara dinamika menjadi
dingin dan berkondensasi dan akan jatuh sebagai hujan. Proses ini khas buat
terjadinya badai guntur yang terjadi di siang hari yang menghasilkan hujan
lebat pada daerah yang sempit. Badai guntur lebih sering terjadi di lautan dari
pada di daratan.
c.
Hujan
Frontal
Hujan
ini terjadi karena ada front panas, awan yang terbentuk biasanya tipe stratus
dan biasanya terjadi hujan rintik-rintik dengan intensitas kecil. Sedangkan
pada front dingin awan yang terjadi adalah biasanya tipe cumulus dan
cumulunimbus dimana hujannya lebat dan cuaca yang timbul sangat buruk. Hujan
front ini tidak terjadi di Indonesia karena di Indonesia tidak terjadi front.
d.
Hujan
Siklon Tropis
Siklon
tropis hanya dapat timbul didaerah tropis antara lintang 0°-10° lintang utara
dan selatan dan tidak berkaitan dengan front, karena siklon ini berkaitan dengan
sistem tekanan rendah. Siklon tropis dapat timbul dilautan yang panas, karena
energi utamanya diambil dari panas laten yang terkandung dari uap air. Siklon
tropis akan mengakibatkan cuaca yang buruk dan hujan yang lebat pada daerah
yang dilaluinya.
Universitas
Sumatera Utara
2.1.2.
Distribusi
Hujan
Hujan
merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannnya
sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut tempat. Oleh karena itu kajian
tentang iklim lebih banyak diarahkan pada hujan. Berdasarkan pola hujan,
wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga (Boerema, 1938), yaitu pola
Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal.
Pola
Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak
musim hujan yaitu sekitar Desember). Selama enam bulan curah hujan relatif
tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya rendah (bisanya
disebut musim kemarau). Secara umum musim kemarau berlangsung dari April sampai
September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret.
Pola
equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua puncak
hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari
berada dekat equator. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal
(satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe
moonson (Gambar 2.1).
Universitas
Sumatera Utara
0100200300400123456789101112010020030040012345678910111201002003004001234567891011120100200300400123456789101112Tipe LokalTipe
EquatorialTipe Monsoon0100200300400123456789101112010020030040012345678910111201002003004001234567891011120100200300400123456789101112Tipe Monsoon
Gambar
2.1. Pembagian wilayah Indonesia menurut pola (Modified from
DPI-Australia, 2002)
Curah
hujan diukur dalam satuan milimeter (mm). Pengukuran curah hujan dilakukan
melalui alat yang disebut penakar curah hujan dan diukur setiap jam 07 pagi
waktu setempat.
2.1.3.
Alat
Pengukur Curah Hujan
Presipitasi/hujan
adalah suatu endapan dalam bentuk padat/cair hasil dari proses kondensasi uap
air di udara yang jatuh kepermukaan bumi
Satuan
ukur untuk presipitasi adalah Inch, millimetres (volume/area), atau kg/m2 (mass/area) untuk precipitation bentuk cair. 1 mm hujan artinya
adalah ketinggian air hujan dalam radius 1 m2 adalah setinggi 1 mm, apabila air hujan tersebut tidak mengalir,
meresap atau menguap. Pengukuran curah hujan harian sedapat mungkin
dibaca/dilaporkan dalam skala ukur 0.2 mm (apabila memungkinkan menggunakan
resolusi 0.1 mm). Prinsip kerja alat pengukur curah hujan antara lain :
pengukur curah hujan biasa (observariaum) curah hujan yang jatuh diukur tiap
hari dalam kurun waktu 24 jam yang dilaksanakan setiap pukul 00.00 GMT,
pengukur curah hujan otomatis melakukan pengukuran curah hujan selama 24 jam
dengan merekam jejak
Universitas
Sumatera Utara
hujan
menggunakan pias yang terpasang dalam jam alat otomatis tersebutdan dilakukan
penggantian pias setiap harinya pada pukul 00.00 GMT, sedangkan pengukuran
curah hujan digital dimana curah hujan langsung terkirim kemonitor komputer
berupa data sinyal yang telah diubah kedalam bentuk satuan curah hujan.
Gambar
2.2. Alat Pengukur Curah Hujan Jenis Otomatis
2.2.
Faktor
yang mempengaruhi curah hujan
Sebagai
salah satu kawasan tropis yang unik dinamika atmosfernya dimana banyak dipengaruhi
oleh kehadiran angin pasat, angin monsunal, iklim maritim dan pengaruh berbagai
kondisi lokal, maka cuaca dan iklim di Indonesia diduga memiliki karakteristik
khusus yang hingga kini mekanisme proses pembentukannya belum diketahui banyak
orang. Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya
pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem Monsun Asia-Australia, El-Nino,
sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan sirkulasi Utara-Selatan
Universitas
Sumatera Utara
(Hadley
Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pengaruh local (McBride, 2002
dalam Hermawan, E.2007).
Variabilitas
curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian chaotic
dari variabilitas monsun (Ferranti 1997 dalam Aldrian 2003). Monsun dan pergerakan
ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan
tahunan dan semi tahunan di Indonesia (Aldrian, 2003), sedangkan fenomena
El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antar-tahunan di
Indonesia.
Indonesia
dikenal sebagai satu kawasan benua maritim karena sebagian besar wilayahnya
didominasi oleh lautan dan diapit oleh dua Samudera yaitu Samudera Hindia dan
Samudera Pasifik. Oleh karena itu elemen (unsur) iklimnya terutama curah hujan
memungkinkan dipengaruhi oleh keadaan suhu permukaan laut (SPL) di sekitarnya.
Salah satu fenomena yang dicirikan oleh adanya suatu perubahan SPL yang
kemudian mempengaruhi curah hujan di Indonesia adalah fenomena yang terjadi di
Samudera Hindia yang dikenal dengan istilah Dipole Mode (DM) yang tidak lain
merupakan fenomena couple antara atmosfer dan laut yang ditandai dengan
perbedaan anomali dua kutub Suhu Permukaan Laut ( SPL) di Samudera Hindia
tropis bagian timur (perairan Indonesia di sekitar Sumatera dan Jawa) dan Samudera
Hindia tropis bagian tengah sampai barat (perairan pantai timur Benua Afrika).
Pada
saat anomali SPL di Samudera Hindia tropis bagian barat lebih besar daripada di
bagian timurnya, maka terjadi peningkatan curah hujan dari normalnya di pantai
timur Afrika dan Samudera Hindia bagian barat. Sedangkan di Indonesia mengalami
Universitas Sumatera Utara
penurunan
curah hujan dari normalnya yang menyebabkan kekeringan, kejadian ini biasa
dikenal dengan istilah Dipole Mode Positif (DM +). Fenomena yang berlawanan
dengan kondisi ini dikenal sebagai DM (-) (Ashok et al., 2001 Hermawan,
E.2007). Hasil kajian yang dilakukan Saji. et al (2001 Hermawan, E.2007)
menunjukkan adanya hubungan antara fenomena DM dengan curah hujan yang terjadi
di atas Sumatera bagian Selatan sebesar -0,81. Selain itu, Banu (2003 Hermawan,
E.2007) juga telah mengkaji adanya pengaruh DM terhadap curah hujan di BMI
(Benua Maritim Indonesia) dan Gusmira (2005 Hermawan, E.2007) yang mengkaji
dampak DM terhadap angin zonal dan curah hujan di Sumatera Barat. Seperti
halnya di Sumatera Barat, analisis keterkaitan kejadian DM terhadap perilaku
curah hujan yang tersebar di beberapa stasiun penakar curah hujan yang ada di
Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Dengan menggunakan lebih banyak data stasiun
untuk kedua kawasan tersebut, diharapkan dapat dianalisis keadaan curah hujan
di kawasan tersebut yang mewakili curah hujan sebenarnya terutama yang terjadi
pada saat kejadian DM.
Untuk
memprediksi kecenderungan yang akan terjadi pada periode mendatang adalah
melihat tiga kemungkinan kejadian yaitu kondisi normal, ada El Nino atau kah
muncul La Nina. Ada dua cara yang dapat dilakukan, pertama melihat prediksi
anomali suhu muka laut (Sea Surface Temperatur Anomaly (SSTA)) Kriteria
pada tabel 2.1 dan melihat Indeks Osilasi Selatan (Southern Ocilation Indeks
(SOI)) dengan Tabel 2.2 yakni melihat nilai beda tekanan atmosfer antara Tahiti
dan Darwin.
Universitas
Sumatera Utara
Tabel
2.1. Indikator Kekuatan Berdasarkan Anomali Suhu Muka Laut
(Diolah dari Quinn, 1978)
Anomali
Suhu Muka Laut (o C)
Kondisi
≥ 3
2 –
3
1 -
2
0 -
1.0
-1-
-2
-2 -
- 3
≤ -
3
El
Nino
kuat
Sedang
lemah
normal
-
-
-
La
Nina
-
-
-
normal
lemah
sedang
Kuat
Tabel
2.2. Indikator Kekuatan Berdasarkan SOI
(Sumber
: MMS (Malaysian Meteorological Service, 2001))
NILAI
SOI (P TAHITI-P DARWIN)
FENOMENA
YANG AKAN TERJADI
Di
bawah - 10 selama 6 bulan
El
Nino kuat
- 5
s/d - 10 selama 6 bulan
El
Nino lemah-sedang
- 5
s/d + 5 selama 6 bulan
Normal
+ 5
s/d + 10 selama 6 bulan
La
Nina lemah-sedang
Di
atas + 10 selama 6 bulan
La
Nina kuat
Osilasi
Selatan pada dasarnya adalah peristiwa atmosfer berskala besar yang
didefenisikan sebagai fluktuasi tekanan udara di atas Samudera Pasifik dan
Samudera Hindia. Bila tekanan udara di Samudera Pasifik tinggi maka tekanan
udara di daerah Samudera Hindia dari Afrika sampai Australia akan rendah dan
begitu pula sebaliknya.
Keadaan
ini berhubungan dengan suhu yang rendah di kedua daerah tersebut. Gejala ini
diamati oleh Walker (1904) melalui pengamatan terhadap perilaku parameter
atmosfer dan menemukan suatu gelombang tekanan berperiode panjang diantara
India dan Australia dengan kawasan Amerika Selatan. Karena mempunyai gerak yang
berosilasi maka Walker (1904) menyebutnya dengan Osilasi Selatan.
Peristiwa
Osilasi Selatan ini terjadi karena adanya pertukaran massa udara antara belahan
bumi utara dan selatan di daerah tropik dan subtropik.
Universitas
Sumatera Utara
2.3.
Model
Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan
Syaraf Tiruan (JST) adalah model sistem komputasi yang bekerja seperti sistem
syaraf biologis pada saat berhubungan dengan 'dunia luar', nama jaringan syaraf
tiruan merupakan terjemahan dari "Artificial Neural Network".
Terjemahan yang diambil bukan jaringan syaraf buatan seperti dalam
menterjemahkan Artificial Inteligent (AI). Penggunaan kata buatan dapat
memberikan konotasi, bahwa manusia berusaha membuat jaringan syaraf aslinya.
Padahal maksud dari JST adalah membuat model sistem komputasi yang dapat
menirukan cara kerja jaringan syaraf biologis (Jong Jek Siang, 2005).
Menurut
(Sri Kusumadewi,2003) Model JST yang digunakan dalam penelitian ini adalah
arsitektur feedforward (umpan maju). Sedangkan konsep belajar yaitu
algoritma belajar backpropagation momentum yang merupakan perkembangan
dari algoritma belajar backpropagation standar.
Prinsip
kerja dari JST adalah suatu sistem pemrosesan informasi yang cara kerjanya
memiliki kesamaan tertentu dengan jaringan syaraf biologis. Sebagai ilustrasi,
sistem JST dapat dijelaskan dengan Gambar 2.2.
ΣSumFungsiAktivasi(f)w j,i=1w
j,i=2w j,i=3w j,i=Npx i=1x i=2x i=3x i=Npy j,k=1y j,k=2y j,k=3
Gambar
2.2. Konsep pemodelan jaringan saraf tiruan
Universitas
Sumatera Utara
Proses
arus informasi dalam sistem JST di atas dimulai dari node-node input.
Untuk mencerminkan tingkat kekuatan hubungan ini, digunakan faktor pembobot (weight),
sehingga yang diterima oleh node-node di lapisan tersembunyi adalah
signal terbobot (weigthed signal ) yaitu xiWj,i dimana Wj,i merupakan besaran bobot hubungan dari node input i menuju
node tersembunyi ke-j. Tiap neuron menerima signal output dari berbagai
neuron lainnya dan mengeluarkan output nya dengan menghitung tingkat (level)
aktivitas yang masuk adalah :
Σ===NpiiijijWxI1, ................................................
(2.1)
Jika
input bersih cukup kuat untuk mengaktifkan node j, maka output dari node
tersebut adalah :
()jjIfy=...........................................................(2.2)
Dengan
:
Np = jumlah node yang masuk dari
lapisan sebelumnya ke
node
yang dituju
xi = signal input dari node input ke
i=1, 2, ... , Np.
Wj,i = besarnya bobot node ke i ke
node j.
Ij = total signal bobot bersih yang masuk
ke node j
f = fungsi aktivasi
yj = signal output node j
Neuron-neuron
dikelompokkan dalam lapisan-lapisan dimana neuron yang terletak pada lapisan
yang sama akan memiliki keadaan yang sama. Jaringan dengan banyak
Universitas
Sumatera Utara
lapisan
memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan lapisan
output (memiliki 1 atau lebih lapisan tersembunyi), Umumnya, ada lapisan
bobot-bobot yang terletak antara 2 lapisan yang bersebelahan.
Arsitektur
jaringan yang sederhana adalah jaringan layar tunggal yang menghubungkan
langsung neuron-neuron pada layar input dengan neuron-neuron pada
layar output. Sedangkan arsitektur jaringan yang lebih kompleks terdiri
dari layar input, beberapa layar tersembunyi dan layar output. Arsitektur
seperti ini disebut juga jaringan layar jamak (Rumelhart, et al. 1986).
Jaringan layar jamak lebih sering digunakan karena dapat menyelesaikan masalah
yang lebih kompleks dibandingkan jaringan layar tunggal, meskipun proses
pelatihannya lebih komplek dan lebih lama (Haykin, 1999).
Pada
Algoritma Quickpropagation dilakukan pendekatan dengan asumsi bahwa
masing-masing bobot penghubung tidak terpengaruh oleh bobot yang lain.
Perubahan algoritma quickpropagation dirumuskan sebagai berikut:
Wjibaru = Wjilama
+ C ( tjp – xjp ) ai
Dengan
:
C = kecepatan
belajar
tjp = nilai keluaran yang diinginkan unit j setelah diberikan pola p
pada lapisan masukan.
xjp = nilai keluaran yang dihasilkan unit j setelah diberikan pola p
pada lapisan masukan.
ai = masukan yang berasal dari unit I.
Universitas
Sumatera Utara
Hingga
saat ini jaringan saraf tiruan telah memiliki beberapa aplikasi yang banyak
digunakan dalam kehidupan manusia. Aplikasi yang sering digunakan antara lain:
a.
Pengenalan
Jaringan saraf tiruan dapat dipakai untuk mengenali beberapa pola seperti
huruf, angka, suara, bahkan tanda tangan. Hal ini sangat mirip dengan otak
manusia yang mampu mengenali seseorang, tentu saja yang pernah berkenalan
dengan kita.
b.
Pengolahan
sinyal
Jaringan saraf tiruan (terutama model ADALINE (adaptive linear newton))
dapat digunakan untuk menekan derau (noise) dalam saluran telepon.
c.
Peramalan
Jaringan saraf tiruan juga dapat dipakai untuk meramalkan apa yang terjadi di
masa depan berdasarkan pola yang terbentuk di masa lampau. Hal ini dapat
dilakukan karena kemampuan jaringan saraf tiruan untuk mengingat dan membuat
generalisasi dari apa yang sudah ada sebelumnya.
Selain
aplikasi-aplikasi yang telah disebutkan, jaringan saraf tiruan juga memiliki
banyak aplikasi yang menjanjikan seperti dalam bidang kontrol, kedokteran, dan
lain-lain. Akan tetapi hal yang perlu diingat adalah jaringan saraf tiruan juga
memiliki beberapa keterbatasan. Pertama adalah ketidakakuratan hasil yang
diperolah karena jaringan saraf tiruan bekerja berdasarkan pola yang terbentuk
pada input yang diberikan. Jadi pada dasarnya jaringan saraf tiruan merupakan
ilmu komputasi yang disebut soft computing dengan menggunakan otak
manusia sebagai analoginya.
Universitas
Sumatera Utara
Ada
beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan,
antara lain :
a.
Fungsi
Sigmoid Biner
Fungsi
ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan menggunakan metode
backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada range 0 sampai 1.
Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan syaraf yang
membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1. Namun, fungsi
ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai outputnya 0 atau 1.
Fungsi
sigmoid biner dirumuskan sebagai :
xexfyσ−+==11)(
Dengan
: )](1)[( (x)f'xfxf−=σ
b.
Fungsi
Sigmoid Bipolar
Fungsi
sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya saja output dari
fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1
Fungsi
sigmoid bipolar dirumuskan sebagai :
xxeexfy−−+−==11)(
Dengan
: [][)(1)(12)('xfxfxf−+= σ
Fungsi
ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range
antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai :
Universitas
Sumatera Utara
xxxxeeeexfy−−+−==)(
Atau
:
xxeexfy2211)(−−+−==
Dengan
: [][])(1)(1)('xfxfxf−+=
Jaringan
neuron atau neural network (JST) menggambarkan sistem kerja jaringan syaraf,
dimana terdapat beberapa lapis neuron, yang terdiri dari lapis masukan atau
input lapis proses atau tengah (hidden layer) dan lapis keluaran atau output.
Tiap
lapis neuron terdiri dari satu atau beberapa node. Dimana dalam masing masing
node dilakukan pemrosesan atau pengolahan dari input yang akan keluar berupa
output.
Algoritma
backpropagation :
a.
Masing-masing
unit masukan (Xi, i = 1,….n) menerima sinyal masukan Xi dan sinyal tersebut disebarkan ke unit-unit bagian berikutnya
(unit-unit lapisan tersembunyi)
b.
Masing-masing
unit dilapisan tersembunyi dikalikan dengan faktor penimbang dan dijumlahkan
serta ditambah dengan biasanya.
Σ=−+=ninojivXVinZ11 (2.1)
Kemudian
menghitung sesuai dengan fungsi aktifasi yang digunakan:
Z1 = f (Z_in1)
(2.2)
Universitas
Sumatera Utara
c.
Masing-masing
unit keluaran (yk., k = 1, 2, 3 …..m) dikalikan dengan faktor penimbang dan
dijumlahkan:
Σ=−+=ppnojiWZWinZ111 (2.3)
Menghitung
kembali sesuai dengan fungsi aktifasi
yk = f (y_in1)
(2.4)
Back
Propagasi dan Galatnya
d.
Masing-masing
unit keluaran (Yk, k =1,……m) menerima pola target sesuai dengan pola masukan saat
pelatihan / training dan dihitung galatnya:
δk = ( fk – yk) f (y_ink) (2.5)
Karena
f’ (y_ink) = yk menggunakan fungsi sigmoid, maka:
F
(y_ink) = f (y_ink) ( 1 – f (y_ink) (2.6)
Menghitung
perbaikan faktor penimbang (kemudian untuk memperbaiki wjk).
Δ Wkj = α.δk. Z1 (2.7)
Menghitung
perbaikan koreksi:
Δ Wok = α.δk (2.8)
Dan
menggunakan nilai δk pada semua unit lapisan sebelumnya.
e.
Masing-masing
penimbang yang menghubungkan unit-unit lapisan keluaran dengan unit-unit pada
lapisan tersembunyi (Zj, j = 1…,p) dikalikan
delta dan dijumlahkah sebagaimana masukan ke unit-unit lapisan berikutnya.
Σ=∂=∂nkjkkWin11_ (2.9)
Universitas
Sumatera Utara
Selanjutnya
dikalikan dengan turunan dari fungsi aktifasinya untuk menghitung galat.
δ1 = δ_ in1 f (y_in1) (2.10)
Kemudian
menghitung perbaikan penimbang (digunakan untuk memperbaiki Vij).
Δ Vy = αδ1 X1 (2.11)
Kemudian
menghitung perbaikan bias (untuk memperbaiki Voj)
Δ Voj = αδ1 (2.12)
Memperbaiki
penimbang dan bias
f.
Masing-masing
keluaran unit (yk, k = 1,…………m) diperbaiki bias dan
penimbangnya (j = 0, ……P).
Wjk (baru) = Vjk (lama)
+ Δ Vjk (2.13)
Masing-masing
unit tersembunyi (Zj, j : 1,…….p)
diperbaiki bias dan penimbangnya ( j=0,…..n).
Vjk (baru) Vjk (lama)
+ Δ Vjk (2.14)
g.
Uji
kondisi pemberhentian akhir iterasi.
2.4.
Model
Transformasi Wavelet
Transformasi
wavelet merupakan alat yang ideal untuk mendeteksi fluktuasi-fluktuasi periodik
yang bersifat transien dan juga parameter-parameternya, karena mampu memusatkan
perhatian pada suatu rentang waktu terbatas dari data yang ada dan dapat
mengambarkan proses dinamik nonlinear komplek yang diperlihatkan oleh interaksi
gangguan dalam skala ruang dan waktu.
Universitas
Sumatera Utara
Transformasi
wavelet dikembangkan sebagai pendekatan alternatif dari Short Term Fourier
Transform untuk mengatasi masalah resolusi tersebut. Analisa Wavelet dilakukan
dengan cara yang sama dengan analisa STFT, dalam pengertian bahwa sinyal (deret
waktu) dikalikan dengan suatu fungsi, {\wavelet}, mirip dengan fungsi jendela
STFT, dan transformasi dihitung secara terpisah untuk segmen-segmen yang
berbeda dari sinyal domain waktu (Modul Desiminasi hasil-hasil LITBANG, 2007
dalam Wiryajaya.et.al, 2009).
2.5.
Sistem
Informasi Geografis dengan Arc View 3.3
Perangkat
lunak sistem informasi geografi saat ini telah banyak dijumpai dipasaran. Masing-masing
perangkat lunak ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dalam menunjang analisis
informasi geografi. Salah satu yang sering digunakan saat ini adalah ArcView.
ArcView yang merupakan salah satu perangkat lunak Sistem Infrmasi geografi yang
di keluarkan oleh ESRI (Environmental Systems Research Intitute).
ArcView dapat melakukan pertukaran data, operasi-operasi matematik, menampilkan
informasi spasial maupun atribut secara bersamaan, membuat peta tematik,
menyediakan bahasa pemograman (script) serta melakukan fungsi-fungsi
khusus lainnya dengan bantuan extensions seperti spasial analyst dan
image analyst (ESRI).
Universitas
Sumatera Utara
ArcView
dalam operasinya menggunakan, membaca dan mengolah data dalam format Shapefile,
selain itu ArcView jaga dapat memanggil data-data dengan format BSQ, BIL, BIP,
JPEG, TIFF, BMP, GeoTIFF atau data grid yang berasal dari ARC/INFO serta banyak
lagi data-data lainnya. Setiap data spasial yang dipanggil akan tampak sebagai
sebuah Theme dan gabungan dari theme-theme ini akan tampil
dalam sebuah view. ArcView mengorganisasikan komponen-komponen
programnya (view, theme, table, chart, layout dan
script) dalam sebuah project. Project merupakan suatu unit
organisasi tertinggi di dalam ArcView.
Salah
satu kelebihan dari ArcView adalah kemampaunnya berhubungan dan berkerja dengan
bantuan extensions. Extensions (dalam konteks perangkat lunak SIG
ArcView) merupakan suatu perangkat lunak yang bersifat “plug-in” dan
dapat diaktifkan ketika penggunanya memerlukan kemampuan fungsionalitas
tambahan (Prahasta). Extensions bekerja atau berperan sebagai perangkat
lunak yang dapat dibuat sendiri, telah ada atau dimasukkan (di-instal)
ke dalam perangkat lunak ArcView untuk memperluas kemampuan-kemampuan kerja
dari ArcView itu sendiri. Contoh-contoh extensions ini seperti Spasial
Analyst, Edit Tools v3.1, Geoprocessing, JPGE (JFIF) Image
Support, Legend Tool, Projection Utility Wizard, Register
and Transform Tool dan XTools Extensions ( 2010a).
Sistem
Informasi Geografis (GIS) merupakan suatu bidang kajian ilmu yang relatif baru
yang dapat digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu sehingga berkembang Universitas Sumatera Utara
dengan
sangat cepat. Secara umum, satu fungsi dari GIS yang sangat penting adalah
kemampuan untuk menganalisis data, terutama data spasial yang kemudian
menyajikannya dalam bentuk suatu informasi spasial berikut data atributnya
(Imantho. 2004).
Berbagai
macam fungsi analisis dapat dilakukan dengan menggunakan software ArcView GIS
3.3, termasuk diantaranya spasial analisis, 3D analisis, network analisis dan
sebagainya. Dalam studi kajian ini proses dan modeling dilakukan dengan
pendekatan rasterisasi (grid) dalam pemodelan spasial analisis. Spasial
analisis mempunyai fungsi untuk menghitung suatu kerapatan dengan membuat grid
bersifat kontinyu dimana setiap selnya mengandung informasi jumlah per satuan
luas.
Komponen
utama dalam analisis spasial adalah theme grid dimana layer geografis
yang ditampilkan kenampakan objek dalam bentuk segi empat (sel) pada view.
Setiap sel (piksel) menyimpan nilai numerik yang mengekspresikan informasi
geografis yang diwakili. Theme grid yang menyimpan nilai integer
tersebut dapat dihubungkan dengan tabel. Sel yang mempunyai nilai sama akan
memiliki nilai atribut yang sama.
Untuk
membuat theme grid kontinyu dari data titik shapefile terdapat fasilitas
interpolasi grid. Proses interpolasi adalah mengisi kekosongan data dengan menggunakan
metoda tertentu dari satu kumpulan data untuk menghasilkan sebaran yang
kontinyu. Sebuah interpolasi data hujan di masing-masing stasiun digunakan
untuk memperoleh grid kontinyu data curah hujan yang selanjutnya dapat dibuat
peta isohyet, dan sebagainya (Nuarsa, 2005).
Universitas
Sumatera Utara
Sistem
Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu
sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi
spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu
sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi
keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan
Wiradisastra, 2000).
Disamping
itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis
data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam
pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi (As-Syakur
, 2008).
Data-data
yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut
dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah
analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang
berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data
atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai
objek sebagai data spasial.
Bentuk
produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan
kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel
angka-angka: teks di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam
cetak lunak (seperti file elektronik) (Barus dan Wiradisastra, 2000).
Universitas
Sumatera Utara
2.6.
Validasi
Prakiraan
Validasi
dapat diterapkan pada berbagai model prakiraan karena pada dasarnya data yang
dipakai dalam proses validasi adalah sama, yaitu observasi (data real) dan
hasil prakiraan.
Validasi
dapat dilakukan melalui cara sebagai berikut :
Korelasi
dinyatakan dengan suatu koefisien (dinotasikan dengan r) yang menunjukkan hubungan (linear) relatif antara dua variabel.
Dalam validasi hasil prakiraan, dua variabel yang dimaksud adalah observasi
atau data real (dinotasikan dengan Y) dan hasil prediksi (dinotasikan dengan Yˆ).
Koefisien
korelasi dihitung dengan menggunakan persamaan : ΣΣΣ===−−−−=niiniiniiiYYYYYYYYYYr12121ˆ)ˆˆ()()ˆˆ)((..........
...............(2.15)
dengan
YYrˆ = koefisien korelasi antara observasi (data real) dengan hasil
prakiraan
iY = observasi (data real) pada periode ke–
dengan ini,,2,1L=
Y = nilai rata–rata observasi (data real)
iYˆ = hasil prakiraan
pada pada periode ke–i dengan
ni,,2,1L=
Yˆ = nilai rata–rata hasil prakiraan
n = panjang periode
Universitas
Sumatera Utara
Nilai
korelasi berkisar antara -1 sampai dengan +1.
Secara
umum interpretasi nilai korelasi dijelaskan sebagai berikut :
1__________5.0__________0__________5.0__________1++−−44434442144344214434421444344421kuatpositifkorelasilemahpositifkorelasilemahnegatifkorelasikuatnegatifkorelasi
Untuk
validasi hasil prakiraan dengan menggunakan koefisien korelasi, semakin kuat
korelasi maka semakin bagus hasil validasi (semakin tinggi tingkat akurasi
prakiraan).(Sutamto dan Alifi Maria Ulfah, 2007).
2.7.
Normalisasi
Data
Fungsi yang digunakan
adalah fungsi hyperbolic tangent. Keduanya memiliki range antara -1 sampai 1.
Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan sebagai :
xxxxeeeexfy−−+−==)( (2.16)
sehingga data harus
di normalisasi pada rentangan [-1 1]. Poses normalisasi data ditentukan dengan
persamaan:
1min)max(min)(2−−−=XXXXny
(2.17)
Dimana y merupakan
data hasil normalisasi, Xn merupaka data asli, Xmax dan Xmin merupakan
data terbesar dan terkecil dari X (Suyanto., 2008).
Universitas Sumatera Utara
0 komentar:
Posting Komentar